PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.
Gagal jantung merupakan komplikasi yang
paling sering dijumpai dari segala jenis penyakit jantung congenital (bawaan)
maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal
meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dam
kardiomiopati.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan
umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga
penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara
gabungan dari : 1) beban awal, 2) kontraktilitas, dan 3) beban akhir.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1.
Menigkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2.
Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
Obat inotropik positif Obat inotropik
positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung (miokardium) dan
digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung gagal untuk memompa
darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena
jantung bekerja terlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi lemah.
Beban yang berat dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan katub,
atau kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan sempurna.
Ada 2 jenis obat inotropik positif,
yaitu
a. Glikosida jantung
Glkosida jantung adalah alkaloid yang
berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang kemudian diketahui berisi digoksin
dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal jantung.
b. Penghambat fosfodiesterase
Obat-obat dalam golongan ini merupakan
penghambat enzim fosfodiesterase yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan
enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard
yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel. Diantaranya adalah Milrinon dan
Aminiron.
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum
Digoksin adalah suatu obat yang
diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata. Digoksin digunakan terutama untuk
meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan
kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk
membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis abnormal denyut jantung).
Obat ini termasuk obat dengan Therapeutic Window sempit (jarak antara MTC
[Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv Concentration]
mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang antara kadar dalam darah yang
dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik sempit.
Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang
dapat menimbulkan efek toksik. Efek samping pada pemakaian dosis tinggi,
gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan, disorientasi,
gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi
kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang)
yaitu membesarnya payudara pria)mungkin terjadi.
B.
Deskripsi
Nama & Struktur Kimia :
Sinonim : (3ß, 5 ß , 12 ß )-3-[(O-2,6-dideoxy- ß
-D-ribo- hexopyranosyl-(1?4)-O-2,6-dideoxy- ß -
D-ribo-hexopyranosyl-(1?4)-2,6-dideoxy- ß -D-
ribo-exopyranosyl)oxy]-12,14-dihydroxy-card-20(22)-enolide. C41H64O14
Sifat Fisikokimia :
Digoksin merupakan kristal putih tidak
berbau. Obat ini praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit larut
dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridin
Keterangan :
Digoksin adalah salah satu glikosida
jantung (digitalis), suatu kelompok senyawa yang mempunyai efek khusus pada
miokardium. Digoksin diekstraksi dari daun Digitalis lanata.
C.
Golongan/Kelas Terapi
Obat Kardiovaskuler
D. Nama
Dagang
- Fargoxin
- Lanoxin
- Digoksin Sandoz
E.
Indikasi
Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama
atrial fibrilasi)
F. Dosis,
Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Oral, untuk digitalisasi cepat, 1 – 1,5
mg dalam dosis terbagi, bila tidak diperlukan cepat, 250 – 500 mikrogram sehari
(dosis yang lebih tinggi harus dibagi).
Dosis pemeliharaan : 62,5 – 500
mikrogram sehari (dosis yang lebih tinggi harus dibagi). Disesuaikan dengan
fungsi ginjal dan pada atrial fibrilasi , tergantung pada respon denyut
jantung; dosis pemeliharaan biasanya berkisar 125 – 250 mcg sehari (dosis yang lebih rendah diberikan
pada penderita lanjut usia). Pada kondisi emergensi, loading dose (dosis
muatan) diberikan secara infus intravena , 0,75 – 1 mg hingga paling sedikit 2
jam, kemudian dilanjutkan dosis pemeliharaan melalui oral.
Penggunaan Digoksin dimulai pada dosis
0,125-0,25 mg sehari dan tergantung pada usia, fungsi ginjal, berat badan, dan
risiko toksisitas. Dosis yang lebih rendah harus digunakan jika pasien memenuhi
salah satu kriteria berikut: berusia lebih dari 65 tahun, bersihan kreatinin
(creatinine clearance) kurang dari 60 mL/menit atau berat badan ideal kurang
dari 70 kg (154 lb). Dosis 0,125 mg perhari cukup pada sebagian besar pasien.
Rentang konsentrasi yang diinginkan untuk digoksin adalah 0,5-1,2 ng / mL
(0,64-1,5 nmol / L), sebaiknya dengan konsentrasi pada atau kurang dari 0,8 ng
/ mL (1 nmol / L).
G.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja digoksin yaitu dengan
menghambat pompa Na-K ATPase yang menghasilkan peningkatan natrium
intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran natrium/kalium dan
meningkatkan kalsium intracellular. Hal
tersebut dapat meningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic
reticulum pada otot jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk
memperkuat /meningkatkan kontraksi otot.
Ion Na+ dan Ca2+ memasuki sel otot
jantung selama/setiap kali depolarisasi (Gambar 33-8). Ca2+ yang memasuki sel
melalui kanal Ca2+ jenis L selama depolarisasi memicu pelepasan Ca2+
intraseluler ke dalam sitosol dari retikulum sarkoplasma melalui reseptor
ryanodine (RyR). Ion ini menginduksi pelepasan Ca2+ sehingga meningkatkan kadar
Ca2+ sitosol yang tersedia untuk berinteraksi dengan protein kontraktil,
sehingga kekuatan kontraksi dapat ditingkatkan. Selama repolarisasi myocyte dan
relaksasi, Ca2+ dalam selular kembali terpisahkan oleh Ca2+ sarkoplasma
retikuler -ATPase (SERCA2), dan juga akan dikeluarkan dari sel oleh penukar
Na+- Ca2+ (NCX) dan oleh Ca2+ sarcolemmal -ATPase.
Kapasitas dari penukar untuk
mengeluarkan Ca2+ dari sel tergantung
pada konsentrasi Na+ intrasel.
Pengikatan
glikosida jantung ke sarcolemmal Na+,K+-ATPase dan penghambatan aktivitas pompa
Na+ seluler menghasikan pengurangan
tingkat aktifitas ekstrusi Na+ dan
peningkatan sitosol Na+. Peningkatan Na+ intraseluler mengurangi gradien
transmembran Na+ yang mendorong ekstrusi Ca2+ intraseluler selama repolarisasi
myocyte. Dengan mengurangi pengeluaran Ca2+ dan masuknya kembali Ca2+ pada
setiap kali potensial aksi, maka Ca2+ terakumulasi dalam myocyte: serapan Ca2+
ke dalam SR meningkat; ini juga meningkatkan Ca2+ sehingga dapat dilepaskan
dari SR ke troponin C dan protein Ca2+-sensitif dari aparatus kontraktil
lainnya selama siklus berikutnya dari gabungan eksitasi-kontraksi, sehingga
menambah kontraktilitas myocyte (Gambar 33-8). Peningkatan dalam pelepasan Ca2+
dari retikulum sarkoplasma adalah merupakan substrat biologis di mana glikosida jantung meningkatkan kontraktilitas
miokard. Glikosida jantung berikatan
secara khusus ke bentuk terfosforilasi dari
a subunit dari Na+, K+-ATPase. Ekstraselular K+ mendorong defosforilasii
enzim sebagai langkah awal dalam translokasi aktif kation ke dalam sitosol, dan
juga dengan demikian menurunkan afinitas enzim dari glikosida jantung. Hal ini
menjelaskan sebagian pengamatan bahwa dengan meningkatnya ekstraselular K+ dapat membalikkan beberapa
efek toksik dari glikosida jantung.
Selain
itu, digoksin juga bekerja secara aksi langsung pada otot lunak vascular dan
efek tidak langsung yang umumnya dimediasi oleh system saraf otonom dan
peningkatan aktivitas vagal (refleks dari system saraf otonom yang menyebabkan
penurunan kerja jantung).
H. Farmakologi
Farmakodinamik/Farmakokinetik
:
§ Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2
jam; IV : 5-30 menit
§ Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8
jam; IV : 1-4 jam
§ Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua
sediaan
Absorpsi
: melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat menyebabkan
absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang
diabsorpsi.
Distribusi
:
§ Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg
§ Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg
§ Anak-anak : 16 L/kg
§ Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat
gangguan ginjal
§ Ikatan obat dengan protein (protein binding)
: 30%
Metabolisme
: melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui reduksi cincin
lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan adanya gagal
jantung kongestif
Bioavailabilitas:
§ T½ eliminasi (half-life elimination)
berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung
§ T½ eliminasi (half-life elimination): parent
drug (obat asal ): 38 jam; metabolit: digoxigenin: 4 jam ; monodigitoxoside : 3
– 12 jam
§ Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum:
oral ~ 1 jam
§ Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk
obat yang tidak berubah )
§ Konsentrasi serum digoksin :
o Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml
.Aritmia : 0,8-2 ng/ml
o Dewasa : < 0,5 ng/ml, kemungkinan
menunjukkan underdigitalization, kecuali jika terdapat hal-hal khusus
§ Toksik > 2,5 ng/ml
I. Kontraindikasi
Intermittent
complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular arrhytmias yang
disebabkan oleh Wolff-Parkinson-White Syndrome ; takikardia ventricular atau
fibrilasi ; hypertropic obstructive cardiomyopathy
J. Efek Samping
Biasanya
berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah,
diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk
, bingung, delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang
terjadi rash, isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang
, trombositopenia.
K. Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Efek
Cytochrome P450: substrat CYP3A4
(minor): Meningkatkan efek/toksisitas : senyawa beta-blocking (propanolol),
verapamil dan diltiazem mempunyai efek
aditif pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan pada denyut
jantung dan menghambat metabolisme digoksin. Kadar digoksin ditingkatkan oleh
amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50 %), bepridil, siklosporin, diltiazem,
indometasin, itrakonazol, beberapa makrolida (eritromisin, klaritromisin),
metimazol, nitrendipin, propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin diturunkan 33 % hingga 50 %
pada pengobatan awal), tetrasiklin dan
verapamil. Moricizine dapat meningkatkan toksisitas digoksin . Spironolakton
dapat mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat meningkatkan kadar
digoksin secara langsung. Pemberian suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan
digoksin dihubungkan dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang terjadi kasus
toksisitas akut digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara
parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar
darah digoksin yang menunjukkan
signifikansi klinik : famciclovir, flecainid, ibuprofen, fluoxetin, nefazodone,
simetidein, famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.
Menurunkan efek : Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan
respon inotropik digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan
metoklopramid dapat menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine (dan suplemen
tiroid yang lain) dapat menurunkan kadar digoksin dalam darah. Penicillamine
dihubungkan dengan penurunan kadar digoksin dalam darah.
Interaksi
dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan signifikansi klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat,
antasida yang mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin, neomycin,
ticlopidin.
- Dengan Makanan :
§ Kadar serum puncak digoksin dapt diturunkan
jika digunakan bersama dengan makanan. Makanan yang mengandung serat (fiber)
atau makanan yang kaya akan pektin menurunkan absorpsi oral digoksin.
§ Hindari ephedra (risiko stimulasi kardiak)
§ Hindari natural licorice (menyebabkan
retensi air dan natrium dan meningkatkan
hilangnya kalium dalam tubuh)
§ Interaksi Digoksin dengan suplemen Magnesium
(Mg)
Penggunaan
Digoksin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan pengeluaran Mg dari
tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg akan sangat menguntungkan. Dianjurkan
konsumsi Mg adalah 30-500 mg per hari. Dari makanan, juga dapat ditingkatkan
konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg). Sumber utama Mg adalah sayuran hijau,
serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-kacangan, daging, coklat, susu dan
hasil olahannya.
§ Interaksi Digoksin dengan Potassium (Kalium)
Digoksin
mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga Digoksin pada
dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan hiperkalemia fatal. Oleh karenanya
pada saat mengkonsumsi / menggunakan Digoksin, hindari konsumsi suplemen
potassium atau makanan yang mengandung potassium dalam jumlah besar seperti
buah (pisang). Sumber utama potassium adalah buah, sayuran dan kacang-kacangan.
Namun banyak orang mengkonsumsi digoksin menyebabkan diuretic. Pada kasus
tersaebut, peningkatan intake potassium dibutuhkan. Oleh karenanya harus
dikomunikasikan dengan tim kesehatan yang lain.
§ Interaksi Digoksin dengan Calcium(Ca)
Peningkatan
Ca dalam plasma dapat meningkatakan toksisitas digoksin. Oleh karenanya,
hindari konsumsi makanan tinggi Ca terutama 2 jam sebelum/sesudah minum obat
ini. Sumber utama Ca adalah susu dan hasil olahannya seperti keju.
§ Interaksi digooksin dengan Makanan Berserat
Serat
larut air dalam makanan dapat menurunkan absorbsi digoksin.
§ Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)
a.Ginseng : mekanisme belum jelas, namun
penggunaan bersama menyebabkan Digoksin kurang berfungsi
b.
Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam jumlah besar
mengakibatkan kehilangan potassium melalui urin.
c. GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter
obat dan menurunkan AUC Digoksin.
L. Peringatan
Infark
jantung baru ; sick sinus syndrome; penyakit tiroid ; dosis dikurangi pada
penderita lanjut usia ; hindari hipokalemia ; hindari pemberian intravena
secara cepat (mual dan risiko arimia); kerusakan ginjal ; kehamilan
M. Toksisitas Digoksin
Insiden
dan keparahan toksisitas digoksin telah menurun secara substansial dalam dua
dekade terakhir, karena adanya pengembangan obat alternatif untuk pengobatan
aritmia supraventrikuler dan gagal jantung, yaitu meningkatnya pemahaman
terhadap farmakokinetik digoksin, adanya
monitoring kadar digoksin serum , dan adanya identifikasi interaksi
penting antara digoksin dan obat lainnya yang diberikan bersamaan. Namun
demikian, pengakuan toksisitas digoksin tetap menjadi pertimbangan penting
dalam diagnosis diferensial aritmia dan gejala neurologis dan gastrointestinal
pada pasien yang menggunakan glikosida jantung.
N. Imunoterapi Digoksin
Antidotum
(penawar racun) efektif untuk toksisitas digoksin atau digitoksin yang
mengancam jiwa tersedia dalam bentuk imunoterapi antidigoksin dengan fragmen
Fab yang dimurnikan dari antiserum antidigoksin yang diperoleh dari domba
(DIGIBIND). Dosis penetralisirnya didasarkan atas perkiraan total dosis obat
tertelan atau beban total tubuh digoksin yang dapat diberikan secara intravena dalam larutan garam lebih dari 30
sampai 60 menit.
O. Kekurangan digoksin
Peran
yang tepat dari digoksin dalam terapi masih kontroversial terutama karena
perbedaan pendapat pada risiko versus keuntungan dari penggunaan obat ini
secara rutin pada pasien dengan gagal jantung sistolik. Digoksin terbukti
menurunkan jumlah pasien gagal jantung yang dirawat inap tetapi tidak
menunjukkan kemajuan atau peningkatan kelangsungan hidup bagi penderita gagal
jantung. Selain itu, digoksin dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk
konsentrasi terkait toksisitas dan efek samping yang banyak. Studi analisis
Post-hoc menunjukkan hubungan yang jelas antara konsentrasi plasma digoksin
dengan hasil yang diperoleh. Konsentrasi di bawah 1,2 mg / dL (1,5 nmol / L)
dikaitkan dengan tidak jelasnya efek yang merugikan terhadap kelangsungan
hidup, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi
relatif meningkatkan risiko kematian.
KESIMPULAN
Digoksin
merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata. Obat
ini biasa digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif dan penyimpangan
detak jantung tertentu. Mekanisme Digoksin melalui 2 cara yaitu efek langsung
dan efek tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi
otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan
enzim Na+,K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke inrtasel. Efek
tidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan
sensitivitas jantung terhadap neorotransmiter.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2009). Digoksin. Diakses dari
http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=30030, 3
Desember 2010
Anonim.
(2010). Digoksin. Diakses dari
http://www.mims.com/Page.aspx?menuid=mng&name=digoksin&brief=true&h=digoksin&CTRY=ID,
3 Desember 2010
Laurence
L.B., John S.L., Keith L.P. (2006). Goodman Gilman's The Pharmacological Basis
Of Therapeutics Eleventh Edition. New York. McGraw-Hill Companies.
Marie,
A.C. et al. (2008). Pharmacotherapy Principles & Practice. New York.
McGraw-Hill Companies.
Mufidasari.
(2008). Interaksi Makanan Dengan Digoksin. Diakses dari
http://mufidasari.multiply.com/journal/item/10/interaksi_makanan_dan_obat_digoksin,
3 Desember 2010
Sanjoyo,
Raden. (2005). Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Diakses dari http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.pdf, 3 Desember
2010
Umesh,
R.D. (2000). Cardiac Glycosides. Diakses dari
http://www.people.vcu.edu/~urdesai/car.htm, 4 Desember 2010
dikutip dari budipharmacy.blogspot.com
dikutip dari budipharmacy.blogspot.com